OPINION

Hubungan Jerman-Israel dalam sistem internasional yang berubah

Hubungan Jerman-Israel memiliki makna khusus karena sejarah populasi Yahudi Jerman selama era Nazi. Sejak akhir Perang Dunia II, Jerman telah menetapkan keamanan negara Israel sebagai tujuan utama. Perkembangan terakhir dalam politik internasional juga mempengaruhi hubungan Jerman-Israel yang biasanya stabil.

Holocaust terhadap penduduk Yahudi oleh Nazi selama Perang Dunia II dianggap sebagai kejahatan terbesar dalam sejarah Eropa. Sekitar 6 juta orang keturunan Yahudi dianiaya dan dibunuh secara sistematis dengan tujuan untuk memusnahkan seluruh ras. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, apa yang disebut “denazifikasi” dimulai di Eropa, terutama di Jerman. Selanjutnya, strategi kebijakan luar negeri Jerman di Timur Tengah didasarkan pada solidaritas penuh dengan negara Israel yang baru didirikan. Selama ini Jerman selalu konsisten mengejar dan melaksanakan alasan negara yang mapan ini.

Dalam sebuah artikel, negara Jerman mendefinisikan kebijakannya terhadap Israel sebagai berikut: “Hubungan unik antara Jerman dan Israel adalah landasan kebijakan luar negeri Jerman. Jerman membela hak Negara Israel untuk eksis. Sebagai mitra aktif dalam Uni Eropa, mempromosikan upaya perdamaian di Timur Tengah. Di PBB, Jerman menganjurkan kesepakatan yang adil dengan pihak-pihak yang berkonflik di Timur Tengah.” Jerman juga mendukung sektor pendidikan dan budaya di Israel dalam bentuk proyek dan organisasi, seperti Goethe Institute dan Max Planck Society. Jerman juga telah membayar kompensasi Israel sekitar 74 miliar euro ($ 81,16 miliar) karena orang-orang Yahudi yang terbunuh selama Holocaust. Bagi Israel, Jerman bukanlah mitra yang tidak berarti: Dengan volume perdagangan 6,6 miliar euro pada tahun 2020, Jerman adalah mitra terpenting Israel di Uni Eropa.

Kebijakan Timur Tengah sepihak

Kebijakan Timur Tengah Jerman jelas berpusat pada konflik antara Israel dan Palestina serta kepentingan keamanan Israel terkait Iran. Kemitraan yang erat antara Jerman dan Israel berarti bahwa Jerman memiliki perspektif yang sangat berat sebelah dalam konflik ini. Selama kunjungan perpisahannya ke Israel, mantan Kanselir Angela Merkel menjelaskan bahwa keamanan Israel adalah prioritas dalam kebijakan Timur Tengah Jerman. Secara khusus, pernyataan Merkel bahwa kepentingan keamanan Israel bukan tentang mengambil posisi netral merangkum kebijakan Timur Tengah Jerman dengan sangat baik. Pernyataan Merkel adalah sebagai berikut: “Karena Israel adalah negara demokrasi Yahudi di lingkungan di mana tidak ada demokrasi dalam pengertian kami, sangat penting bahwa kami memiliki hubungan satu sama lain di seluruh rentang kegiatan kami. Ini tentang tidak bersikap netral, tetapi mengambil posisi yang jelas untuk mendukung keamanan Israel, tidak peduli seberapa sulit situasinya.”

Pernyataan Merkel menunjukkan bahwa Jerman, yang sebaliknya mengadopsi citra mediator netral, secara konsisten mengejar kebijakan pro-Israel dan tidak merahasiakannya. Kebijakan ini juga mempengaruhi kebebasan berekspresi di Jerman. Surat kabar Deutsche Welle (DW), misalnya, telah menetapkan prinsip-prinsipnya bahwa jurnalis yang bekerja di sana tidak boleh mempertanyakan hak Israel untuk hidup atau menyebut Israel sebagai negara apartheid. “Kami sebagai DW tidak pernah mempertanyakan hak Israel untuk eksis sebagai sebuah negara, kami juga tidak mengizinkan orang untuk melakukannya dalam pelaporan kami. Kami tidak pernah merujuk pada ‘apartheid’ Israel atau ‘rezim apartheid di Israel,'” menurut pernyataan DW.

DW dikenal karena menyensor pernyataan yang mengkritik Israel. Dalam wawancaranya, jurnalis Ali Abunimah berbicara tentang pendudukan wilayah Palestina oleh tentara Israel dan meminta Jerman ikut bertanggung jawab karena membiarkan Israel melanjutkan kebijakan pemukiman ilegal mereka. DW menghapus wawancara dari beranda tidak lama kemudian. Contoh lain di DW adalah pengusiran Maram Salim dan empat jurnalis lainnya dari media Jerman. Alasan yang diberikan DW terhadap pengusiran para jurnalis tersebut adalah karena para karyawan tersebut diduga telah membuat pernyataan anti-Semit. Salim menulis yang berikut di halaman Facebook-nya: “Ada banyak garis merah yang benar-benar tidak dapat Anda bicarakan di sini ketika datang ke Israel. Dan saya pikir itu tidak masuk akal, setidaknya (bagi saya) sebagai seorang Palestina yang tinggal di Tepi Barat (yang diduduki) untuk sebagian besar hidupnya, bahkan mengatakan hal-hal normal tentang apa yang dilakukan Israel di Tepi Barat dan (memblokade) Gaza, dapat dan akan diadakan melawan saya di Jerman, ”katanya. “Jerman (mengatakan) mendukung kebebasan berbicara, tetapi (saya) mengatakan bahwa tidak ada kebebasan berbicara di Eropa sudah cukup bagi mereka untuk menangguhkan saya dan benar-benar menuduh saya anti-Semit,” kata Maram.

Pendekatan kebijakan yang berbeda?

Perkembangan terakhir dalam politik internasional menyebabkan negara-negara mengadopsi pendekatan yang berbeda untuk strategi kebijakan luar negeri mereka. Di atas segalanya, perang Rusia-Ukraina juga mempengaruhi hubungan Jerman-Israel. Sementara Jerman mengambil sikap negatif yang jelas terhadap Rusia dan menunjukkan solidaritas untuk Ukraina, Israel mengambil peran netral antara kedua pihak dalam konflik.

Selama kunjungan perdana Kanselir Jerman baru Olaf Scholz ke Israel pada awal Maret dan kunjungan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett ke Berlin tak lama kemudian, menjadi jelas bahwa hubungan antar pemerintah tidak lagi sealami dulu. Sementara Scholz mempromosikan sanksi terhadap Rusia dan dukungan untuk Ukraina, Bennett tidak mengomentari pengiriman senjata ke Ukraina atau sanksi terhadap Rusia. Bennett telah mengunjungi Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow sesaat sebelum perjalanannya ke Berlin. Ini jelas menunjukkan bahwa Israel lebih suka memainkan peran sebagai mediator daripada memilih pihak dalam konflik. Hubungan Israel dengan Rusia sangat penting karena kepentingan keamanan Israel di Suriah dan Iran. Di sisi lain, Israel juga ingin menjaga hubungan mereka dengan Barat tetap stabil.

Dari sudut pandang Jerman, selain perubahan politik internasional, perkembangan politik dalam negeri juga harus diwaspadai. Pemerintah koalisi baru yang terdiri dari Partai Sosial Demokrat (SPD), Partai Hijau dan Partai Demokrat Bebas (FDP) sedang mengejar kebijakan luar negeri yang, setidaknya secara teori, didasarkan pada moralitas, hak asasi manusia, dan nilai-nilai. Selama kunjungan perdananya ke Tel Aviv, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock (Hijau) mengkritik kebijakan pemukiman Israel dan menyerukan solusi dua negara. Jerman akan siap menengahi antara Israel dan Palestina dalam proses politik. Sejauh mana, dan jika memang, pemerintah baru Jerman akan menerapkan pernyataan Baerbock dalam kebijakan luar negerinya patut dipertanyakan. Israel masih mendapat dukungan kuat dari media Jerman, yang kerap menyensor pernyataan kritis terhadap Israel. Kebijakan Israel terlalu berlabuh dalam alasan negara Jerman untuk dapat mengubah kebijakan ini dalam jangka pendek dan menengah. Namun, hubungan Jerman-Israel juga mengalami masa yang lebih baik.

Newsletter Harian Sabah

Tetap up to date dengan apa yang terjadi di Turki, itu wilayah dan dunia.

Anda dapat berhenti berlangganan kapan saja. Dengan mendaftar, Anda menyetujui Ketentuan Penggunaan dan Kebijakan Privasi kami. Situs ini dilindungi oleh reCAPTCHA dan berlaku Kebijakan Privasi dan Persyaratan Layanan Google.

Posted By : hk prize